Disiplin Anggaran Kunci Sukses Otonomi Daerah
Oleh > H.Asrul Hoesein (LEKAD > Lembaga Kerja Sama Antar Daerah, Semarang )
Kunci sukses pelaksanan otonomi daerah (otoda) terletak pada disiplin anggaran dan mental perilaku pejabat eksekutif (Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota dan seluruh jajarannya) serta legislative (DPR & DPRD Prov dan Kab/Kota). Untuk itu masyarakat perlu mengontrol setiap sector anggaran rutin dan pembangunan pada APBD, baik yang sementara diajukan ke DPR/DPRD maupun yang telah ditetapkan oleh kedua lembaga tersebut, sampai dengan saat pelaksanaan di lapangan, selama ini banyak terjadi konsfirasi. Terbukti banyak kasus markup pada kedua institusi tersebut di seluruh Indonesia yang sudah masuk di lembaga yudikatif, belum lagi “korupsi berjamaah” anggota parlemen yang hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, begitu parahnya Indonesia !!! Mau dibawa kemana Bangsa ini, Apakah mental / moral bangsa ini memang sudah menipis atau sama sekali minus ????!!!!
Dalam pelaksanaan otoda, kami percaya, pemerintah (Kab/Kota), baik bupati/walikota maupun DPRD mampu, tetapi jika mental/moral pejabat kedua lembaga tersebut masih seperti dulu, yah….. payah. Sebaliknya kami tidak percaya jika pemerintah daerah propinsi bersama pemerintah kota/kabupaten – nya, akan bangkrut dengan pelimpahan tenaga dari pusat. Dana untuk itu ada, tetapi anggaran rutin menyangkut soal mobil dinas, THR, studi banding, pelatihan yang tidak efektif dll. Harus diminimalisir atau kalau mungkin dihilangkan yang tidak perlu. Seperti studi banding, maaf ….. yang selama ini menjadi ajang rekreasi belaka para pejabat birokrasi.
Audit Pejabat & Redensain Job Discription
Dua hal yang harus dilakukan mendesak untuk tetap eksis pada era otoda. Yakni audit sumber daya manusia (SDM) pejabat dan desain kembali job description. Apakah kualitas pejabat itu memang layak menduduki jabatan tertentu sesuai dengan kompetensinya, perlu dilakukan audit, jangan Gubernur, Bupati atau Walikota asal tunjuk saja dengan berdasarkan kedekatan person, balas budi dalam pilkada, atau loyalitas ke partai, ini harus dihilangkan semua, kalau perlu setiap pejabat negara/daerah harus keluar dari partai pengusungnya sebelum atau setidaknya setelah dilantik (hal ini harus ada regulasi secepatnya kalau mau bangsa ini maju dan berkembang atau pembangunan Pro-Rakyat). Perihal pendidikan formal pejabat (baca PNS) terkhusus PNS yang akan melaksanakan tugas belajar yang dari dan ke S-2 (magister) atau bahkan ke S-3 (doctoral), sedapatnya dilanjutkan kebidang keahliannya atau bidang yang akan menjadi prioritas pengembangan daerah yang membiayainya (spesialisai tersebut sedapatnya disinergikan dengan rencana program/pembangunan yang akan dilaksanakan didaerah yang membiayai pendidikan, atau daerah yang meberi bea siswa PNS tsb) agar setelah selesai belajar, bisa diaplikasikan ke daerahnya. Diharapkan jangan seperti sekarang ini, hanya semata mereka belajar karena hanya mengejar karir/kepangkatan atau posisi jabatan semata, baiknya berfungsi keduanya, baik terhadap daerah maupun karir pejabat PNS itu sendiri, itu baru profesional dan akhirnya menjadi PNS professional, terkecuali kalau memakai biaya sendiri, itu terserah, tapi setidaknya PNS hrs berjiwa besar n mengerti akan kebutuhan bangsa dan rakyat dimana mereka berbakti agar dapat menyumbangkan bakti dan karyanya secara professional demi kemaslahatan bangsa Indonsia itu sendiri. ?!. Karena profesionalisme seorang pejabat pemerintah itu merupakan sebuah "keharusan" bukan sebuah pilihan. Pemerintah (Gubernur, Bupati/Walikota) diharap tidak membiayai PNS yang bersangkutan (melalui bea siswa) kalau tidak mempunyai dampak positif juga kepada pembangunan wilayah, jadi harus diserahkan ke bidang yang menjadi sasaran pengembangan serta hubungan keterkaitan bidang keahlian/pendidikan pejabat tersebut.
Juga yang sangat perlu adalah menghindari adanya pemborosan legal, untuk itu kalangan eksekutif dan legislative harus berusaha tidak melegalkan pemborosan dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan belanja daerah (RAPBD) selama ini penentuan/penetapan anggaran daerah terkesan atau dapat diduga ada permainan antara eksekutif dan legislatif. Jika anggaran rutin lebih banyak kebutuhan sekundernya, itu namanya pemborosan yang di-legal-kan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, masyarakat harus mengontrol itu, termasuk lembaga-lembaga independen harus berani mengambil sikap demi kemaslahatan bangsa dan negara ini.
Yang mengherankan kenapa kalangan legislative di daerah kaget dan bingung dengan penurunan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pusat, apalagi daerah-daerah yang baru mekar. Sebenarnya sudah lama pusat memberi sinyal atau warning jika akan ada penurunan dana dari pusat. Bahkan Bappenas beberapa tahun sebelumnya sudah menyatakan jika DAU untuk beberapa propinsi akan turun.
Dengan adanya penurunan dana dari pusat, maka disiplin anggaran harus dilakukan di daerah. Jangan dananya kecil, keinginannya untuk memperoleh fasilitas besar. Jika itu terjadi, maka anggaran pembangunan akan kecil. Kalangan eksekutif dan legislative harus mengerti keadaan ini, jangan memburu kesenangannya sendiri.
Utang Keluar Negeri
Meski UU No. 22/1999 menjamin pemerintah daerah dapat melakukan peminjaman dari luar negeri, seperti termaktub dalam pasal 81 ayat (1), namun hal itu hendaknya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa. Bahkan aturan ini perlu dicermati lebih lanjut. Pemerintah Propinsi/Kab/Kota demi menggenjot dana dari luar negeri (minus hutang), Sebaiknya membuat regulasi akan kemudahan bagi investor untuk berinvestasi di daerahnya (siapkan Tata Ruang Wilayah Kab/Kota). Intinya jangan mengandalkan utang luar negeri. Harap dimaklumi negara kita ini sudah bertumpuk utangnya. Utang boleh tapi harus terjadi keseimbangan kemampuan daerah untuk membayarnya, termasuk dalam pembangunan didaerah diharapkan para pengambil kebijakan (Stakeholder) memperhatikan unsur sosial dan ekologi, jangan semata unsur ekonomi semata.
Tanpa control yang baik utang luar negeri dapat memungkinkan suatu daerah disita Negara lain,untuk itu selain menyetujui bunyi pasal 81 ayat (3) bahwa pinjaman luar negeri harus mendapat persetujuan pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, mungkin perlu ada aturan lain (Perda), misalnya utang itu harus sekian persen dari kekuatan daerah. Begitu pula kesuksesan sebuah daerah dapat diukur dari banyaknya Perda yang dibuat oleh Pemerintah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) dengan mengedepankan kepentingan masyarakat Indonesia.
Meningkatkan Kualitas Pejabat
Disamping disiplin anggaran yang merupakan salah satu kunci sukses tidaknya otonomi daerah (otoda), juga yang perlu dicermati adalah peningkatan kualitas pejabat birokrasi (eksekutif) termasuk legislative (DPR-D). Karena itu pada era otonomi daerah yang perlu dilakukan oleh aparat birokrasi pemerintah Provinsi, Kab/Kota adalah meningkatkan kualitas diri. Diharapkan di era otonomi daerah setiap aparat birokrasi mampu memberikan layanan prima serta memuaskan kepada mesyarakat (persegera terapkan UU Pelayanan Publik) karena bila pelayanan public tidak baik dan tidak lancar atau malah terjadi stagnan maka bisa dipastikan disana ada KKN, sehingga bisa menciptakan suasana yang tidak kondusif terhadap iklim usaha. Aparat birokrasi diupayakan mampu berpikir secara dinamis dan berwawasan wiraswasta atau berjiwa pengusaha (government entrepreneurship), sehingga pemerintah baik Gubernur,Bupati/Walikota serta Anggota DPRD mampu membuat kebijakan atau membuat peraturan daerah (perda) yang dapat memacu meningkatnya PAD melalui cara-cara yang tidak memberatkan masyarakat dan pengusaha lokal, termasuk para investor baik nasional maupun pihak asing, sehingga daerah tersebut dapat ditempati berusaha dengan suasana kondusif.
Sinergi Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
Diharap kepada Presiden terpilih 2009-2014, SBY-Budiono sebagai Presiden RI ke-7 mampu membawa angin perubahan menuju kemandirian bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Semoga pula para Gubernur, Bupati/Walikota mampu menerjemahkan program pemerintah pusat begitu pula sebaliknya. Pula diharap dengan sangat Pak SBY-Budiono (termasuk anngota DPD,DPR-D yg telah terpilih) sering-sering ke daerah memantau situasi di masyarakat secara langsung sekaligus mendengar harapan/keluhan rakyat dan memadu sharing dengan pemerintah daerah agar visi, misi n program aksi dari daerah bisa sinergi dengan visi, misi pemerintah pusat........ Semoga dan selamat kepada BapakSBY-Budiono serta Kabinetnya termasuk selamat pula kepada para Anggota DPD,DPR,DPRD (Propinsi/Kab/Kota) dalam melaksanakan program yang telah dijanjikan (janji politik) saat kampanye Pilpres/Pileg yang telah lalu. Lima tahun (2009-2014) sangatlah pendek, 2014 Anda butuhkan suara mereka (rakyat)............... Ingat & Ingat konstituen Anda > termasuk para Gubernur, Bupati dan Walikota ....... (by.rul 250709)